Akhir-akhir ini jumlah kesepakatan perdagangan bebas bilateral (BFTA - Bilateral Free Trade Agreements) dan juga kesepakatan di tingkat regional semakin meningkat, dan banyak dari bentuk erdagangan ini dapat ditemukan di kawasan Asia Tenggara, seperti perjanjian perjanjian perdagangan bebas yang dibuat antara Asosiasi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN - Association of Southeast Asian Nations) dan tiga negara-negara Timur Laut Asia, seperti Republik Rakyat China (RRC), Jepang, dan Korea Selatan, atau kerjasama antara ASEAN dan Uni Eropa yang saat ini sedang dirundingkan.
Fenomena perdagangan seperti ini perlu ditelaah lebih lanjut, khususnya mengenai implikasi yang mungkin dihadapi oleh masing-masing negara yang terlibat dalam jenis perdagangan bebas seperti ini. Dalam kesepakatan perdagangan bebas yang sedang dirundingkan antara ASEAN dengan Uni Eropa (ASEAN EU FTA) akan membawa tantangan yang signifikan bagi negara-negara di Asia Tenggara, terutama karena karakter dua kawasan yang berbeda, di mana UE merupakan sekumpulan negara maju sedangkan di ASEAN masih banyak negara berkembang yang mempunyai permasalahan ekonomi domestik yang lebih kompleks dibandingkan engara yang sudah lebih mapan secara ekonomi. Beberapa penelitian (lihat Chandra 2007, Robles 2006) menunjukkan bahwa kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN-UE FTA ini justru diperkirakan akan semakin memperdalam ketidakseimbangan hubungan ekonomi antara kedua kawasan tersebut. Meskipun terdapat banyak peringatan dan kritik yang ditujukan terhadap rencana pelaksanaan ASEAN EU FTA ini, tendensi yang ada justru memperlihatkan negara-negara ASEAN maupun UE tidak memiliki rencana sedikitpun untuk menunda, atau membatalkan, pelaksanaan negosiasi perdagangan ini dalam waktu dekat. Melihat keadaan tersebut, maka sudah seharusnya ASEAN EU FTA yang sedang diupayakan ini mempertimbangkan pula sasaran-sasaran pembangunan untuk pihak yang lebih lemah, yang dalam hal ini adalah ASEAN.
Saat ini, UE tidak hanya merupakan sebuah entitas ekonomi, namun juga sebuah Uni yang semakin meluas, yang memiliki kemmpuan untuk emnjalankan power yang melampaui superpower ekonomi global lainnya. Di sisi lain, ASEAN belum berhasil untuk berubah menjadi suatu entitas ekonomi supranasional yang mampu untuk berkompetisi dengan Uni Eropa dalam tingkat global. Negosiasi perdagangan yang mungkin akan berdampak pada banyak sektor dalam masyarakat, harus tetap terbuka, transparan, dan accountable untuk diawasi oleh masyarakat. Proses konsultasi panjang baik pada tingkat nasional maupun regional juga harus dilaksanakan, mengingat dinamika di bidang perdagangan juga akan berdampak secara luas (seperti masalah sosial, lingkungan, dan seterusnya).
Kami melihat ada tiga bahaya besar yang akan diterima Indonesia / negara berkembang lainnya di ASEAN jika menyepakati kesepakatan perdagangan bebas dengan EU. Pertama, bahaya bagi sektor jasa di Indonesia (terutama perbankan), bahaya dengan penerapan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) yang makin ketat di Indonesia, dan bahaya ekspansi industri pertanian modern Eropa ke Indonesia.
Secara umum, liberalisasi perdagangan dengan menghilangkan peran negara di dalam perekonomomian bersumber dari paradigma neoliberalisme. neoliberalisme merupakan bentuk modern liberalisme klasik dengan 3 (tiga) ide utamanya; yaitu pasar bebas, peran negara yang terbatas, dan individualisme (yakni kebebasan dan tanggung jawab individu). (
Jasa adalah salah satu sektor strategis yang banyak dijalankan oleh penduduk
Di sektor perbankan, liberalisasi perbankan makin tak terbendung Sejak Mc. Kinnon, konsultan Bank Dunia, mengemukakan gagasan kebijaksanaan liberalisasi keuangan untuk negara-negara berkembang pada tahun 1973, maka banyak negara berkembang (termasuk
Sedang di dalam aspek HaKI, paten merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap Intelectual Property Rights (IPR), seperti halnya hak cipta atau merek dagang sebagai bentuk insentif dan imbalan terhadap suatu penemuan. Landasan dari paten ini adalah untuk mendorong penemuan-penemuan komersial, sementara pengetahuan yang melatar-belakangi penemuan tersebut disebarkan kepada masyarakat. Pengetahuan tersebut bebas bagi setiap orang untuk menggunakannya dan memanfaatkannya secara komersial, tetapi hasil penemuan tetap rahasia, dan ada insentif ekonomi terhadap hasil temuannya.
Masalah HaKI/Paten merupakan masalah nasional dan internasional yang terus berkembang dan menimbulkan pro-kontra, dan dapat mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara, terutama yang berkaitan dengan globalisasi perdagangan dan masalah pemanfaatan kekayaan keanekaragaman hayati dan kehidupan dunia Iptek. Ini permasalahan yang sangat kompleks terutama karena adanya dorongan keuntungan ekonomi dan penguasaan pasar.
Di tingkat nasional, masalah HAM telah dilontarkan terutama oleh kalangan LSM dalam kaitannya dengan kesepakatan Internasional yaitu Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity, CBD), General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs), dan World Trade Organization (WTO). Pemerintah Republik
Melalui TRIPs negara-negara industri berusaha melindungi barang dagangannya dan ini merupakan kekalahan bagi negara berkembang. Perkembangan terakhir dalam masalah IPR adalah bahwa bahan informasi genetik (DNA) yang merupakan bahan hakiki untuk menunjang kemampuan hidup mulai dipatenkan. Sampai dengan tahun 1995, kurang lebih ada 1.200 fragmen DNA telah dipatenkan. Ada banyak perusahaan Eropa yang berkepentingan terhadap penerapan TRIPs di Indonesia, seperti misalnya Novartis, Glaxo Smith Cline, Merck, Zeneca, dan Bayer. Bagi perusahaan yang berusaha mematenkan bahan-bahan hayati ini, paten berguna untuk : 1) memperoleh akses secara lebih mudah terhadap bahan-bahan dasar industri mereka 2) menjamin bahwa negara-negara berkembang yang membeli produk mereka akan membeli harga produk dengan biaya mahal, karena harus membayar IPR kepada produsen barang-barang itu. Perusahaan-perusahaan kimia itu biasanya memproduksi produk-produk farmasi (obat-obatan) sekaligus produk-produk bioteknologi (benih tanaman pertanian). Dengan adanya perluasan pasar produk-produk mereka melalui FTA juga penerapan prinsip-prinsip TRIPs lewat FTA, maka perusahaan-perusahaan kimia Uni Eropa mengeruk banyak keuntungan dengan adanya ASEAN EU FTA.
4 komentar:
Seharusnya Indonesia sudah mandiri tidak tergoda oleh godaan dan gangguan industri moderen yang hanya menyisakan polusi dan kemiskinan saja.
Pertanian di Indonesia harus dikembalikan ke tanah ini
halo mencoba hidup, makasih atas komennya. kalo menurut gw, industri modern harus terus hidup dan juga dipelihara. namun, pertanian yg menjadi sandaran hidup banyak orang di negeri ini harusnya juga terus disokong. karena petani adalah salah satu lower class di Indonesia yang jumlahnya banyak. sesuai dengan teori distributive justice Rawls (1964), seharusnya populasi ini yang harus disubsidi. yang terjadi selama ini kan development paradox seperti yg dikemukakan Sen (1996) yakni bias perkotaan-pedesaan dan pertanian - nonpertanian.
sebenarnya bukan hanya petani. pemerintah harus memperhatikan buruh tani yang lebih miskin daripada pettani.
Hello every body, decent chat board I find It truly useful & it has helped me out alot
I hope to be able to give something back & aid others like this chat board has helped me
_________________
[url=http://iphoneusers.com]unlock iphone 4[/url]
Posting Komentar