Minggu, 07 Agustus 2011

Soto-soto Paling Enak di Jakarta

Soto adalah salah satu kuliner favorit saya.Kayanya masakan Nusantara membuat soto dikenal di hampir seluruh suku bangsa di Indonesia. Di Jakarta, soto mengalami modifikasi, mulai dari soto yang mengusung citarasa khas asli daerah soto tersebut, sampai soto yang menyesuaikan citarasanya dengan lidah penduduk Jakarta. Interpretasi ini sangat mungkin terjadi, karena, misalnya kalau kita memakan empek-empek Palembang di Jakarta, citarasanya akan berbeda ketika memakan empek-empek di kota Palembang.

Sejujurnya ada soto yang sangat saya sukai, yakni coto Makassar dan soto Banjar. Namun, saya belum menemukan soto Banjar yang sreg di Jakarta. Begitu pula dengan soto Padang yang saya tidak pernah sukai. Sehingga, daftar soto-soto rekomendasi ini tidak lepas dari subjektivitas lidah saya. Berikut adalah soto-soto yang saya temui enak di Jakarta. Keterbatasan geografis untuk menjelajah daerah Jakarta Utara dan Jakarta Barat tidak memungkinkan soto yang enak di daerah tersebut dimuat di blog ini.


1. Soto Garuda Tebet & Kemayoran
Ini soto yang paling saya sukai. Letaknya persis di sebelah Stasiun Tebet. Soto yang dijual adalah Soto Kudus, sebuah kota dari provinsi Jawa Tengah. Soto yang satu ini layak dicoba karena kesegaran sotonya, nasinya yang gurih, serta makanan pendamping yang enak, seperti telur puyuh, otak-otak, atau kerupuk kulit. Soto ini cocok dimakan di pagi hari untuk sarapan atau pun siang dan malam hari. Soto Kudus khas, bercitarasa seperti masakan India, karena memang pengaruh Timur Tengah cukup kental di Kudus di era kesunanan dahulu. Soto Garuda ini pusatnya ada di pengkolan Jalan Angkasa - Garuda, Kemayoran, namun juga membuka cabang di Stasiun Tebet.


2. Soto Gading Kalibata
Soto yang layak dicoba berikutnya adalah Soto Gading yang terletak di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Soto ini terletak di dalam kompleks Stasiun Kalibata. Soto ini enak karena bumbunya yang khas. Soto Gading berasal dari Solo, kampung halaman saya. Gading adalah sebuah daerah yang ada di Kecamatan Serengan. Di sana, terdapat sebuah warung soto yang terkenal enak turun-temurun. Berbeda dengan soto di daerah aslinya di Solo yang bercitarasa masam (aroma lemon), di Jakarta kadar masamnya tidak terlalu ekstrim, disesuaikan dengan lidah orang Jakarta. Soto dari Solo terkenal bening, begitu pula dengan Soto Gading Kalibata yang kuahnya juga bening. Saya mengira soto yang paling disukai orang Jakarta adalah Soto Kudus, yang mampu menjembatani berbagai selera suku bangsa di Jakarta. Buat sebagian orang, soto dari Solo mungkin terlalu minimalis, karena tidak bersantan atau tidak banyak bumbu, hanya bening dan sedikit masam. Tapi buat saya itulah magnetnya. Segar, tidak eneg, dan dagingnya berasa. Makanannya pun khas Solo : tahu tempe, di samping telor puyuh dan empal yang tersaji sebagai makanan pendamping.


3. Soto Ceker Rawasari
Soto ini terletak di seberang Rutan Salemba, di Jalan Percetakan Negara. Soto ini berjenis Soto Surabaya yang kaya kunir dan kaya bumbu. Lauknya? Tidak tanggung-tanggung. Kalau kita memesan ceker satu piring pun akan diberikan. Beraneka ragam lauk, mulai dari ceker,jeroan, atau telor. Soto ini sangat ramai, walau tempatnya kurang representatif (warung tenda).
Bedanya dengan soto Surabaya / Madura lainnya, soto ini bumbunya pas dan cekernya itu lho...yang membuat kita ingin makan lagi, lagi, dan lagi. Tempat ini sangat well-recommended kalau kamu lagi pengen makan banyak dan puas (tak terbatas). Kata orang tua saya, itulah beda orang Solo dengan orang Surabaya. Orang Solo cenderung makannya ala 'ndoro', alias makan soto dengan mangkuk kecil dan porsi yang reasonable. Sementara, di Surabaya, kebudayaan untuk bebas berekspresi lebih terlihat. Sehingga, kalau makan pun jadinya serba puas !


4. Soto Gebrak !!
Soto ini terletak di beberapa tempat di Jakarta, yakni di Margonda Depok dan di Jalan Lapangan Roos Tebet. Entah apa yang Tuhan pikirkan ketika menciptakan daerah Tebet hingga dipenuhi dengan makanan-makanan enak dan kreasi yang sangat kreatif. Kalau saya lebih suka Soto Gebrakk di Tebet daripada di Margonda. Pertama, karena bumbunya lebih mantap yang di Tebet dan kedua soto ini sangat khas. Ketika memasak, empunya warung harus menggebrak dahulu adukan sotonya ke kwali. Sehingga terdengar bunyi brakk setiap 5 menit sekali/ setiap ada pesanan. Di Tebet, bunyi brakk nya tidak memekakkan telinga, sementara di Margonda bunyi brakk nya sudah dalam kategori mengganggu.
Di cabang Margonda, warung dipenuhi dengan foto-foto jadul empunya warung dengan artis-artis, seperti Titik Puspa, Krisdayanti, atau Nia Daniati. Menandakan soto itu sudah laris manis sejak dahulu kala.
Soto ini merupakan Soto Madura plus plus yang memang benar-benar Madura. Kuahnya hitam, ada berbagai komponen selain daging ayam. Berbeda dengan Soto Surabaya yang bukan murni Soto Madura karena masih adaptif dengan citarasa suku bangsa Jawa yang suka rasa gurih atau manis, soto ini memang Soto Madura yang nendang. Mangkuknya pun mangkuk besar sehingga penikmat soto puas menikmatinya. Menurut saya, soto ini mencerminkan kebudayaan masyarakat Madura yang jenaka. Bagaimana tidak ? Membuatnya saja pakai gebrakan, sehingga menimbulkan perhatian dari pengunjung. Gebrakan bukan berarti marah, tapi hanya sekadar ledekan dan intermezzo yang menimbulkan kekonyolan.



5. Soto Mie H. Alie Tebet
Ini adalah soto mie khas Betawi. Penjualnya pun orang Betawi asli dengan peci dan kaos putihnya yang khas. Namanya Babeh Ali. Soto Babeh Ali citarasanya tegas dan padat, mirip kebudayaan Betawi. Padat, karena sotonya lengkap dengan citarasa mie dan kentang yang dominan. Tegas, karena rasanya lurus-lurus saja, tidak terlalu masam, tidak terlalu gurih, tidak terlalu asin, semua dipadukan dengan menghasilkan sebuah kombinasi yang seimbang. Kata orang Betawi, lempeng kayak centong sayur. Soto ini direkomendasikan untuk kamu yang ingin menjajal kuliner-kuliner Nusantara. Mengapa? Rasanya enak dan mereprentasikan citarasa Betawi dan kebudayaan Betawi (Di belakang warung ada masjid dan tiap kali masuk waktu sholat, Babeh sholat di masjid). Berbeda dengan Soto Kudus dan Soto Gading yang dapat dimakan sering-sering karena terdapat variasi dengan penambahan lauk, soto mie ini relatif membosankan jika tiap hari menyantapnya. Mengapa? Karena memang citarasanya yang tegas dan lempeng dan minim improvisasi. Babeh Ali tidak menyediakan makanan pendamping, hanya kerupuk dan teh botol saja. Tapi rasanya memang khas dan enak. Soto mie ini terletak di Jalan Tebet Barat VIII dengan warung tenda-nya yang bersih.

Rabu, 15 Juni 2011

Do You Know Your Strength? Think (and Feel) Again Please


FYI...dituliskan kembali dari artikel di Harian Kompas, Sabtu 4 Juni 2011 yang ditulis oleh Rene Suhardono, disebarkan untuk keperluan sharing



Pada awalnya,saya bekerja sebagai karyawan di sebuah bank swasta. Saat itu saya belum punya pemahaman soal passion ataupun purpose of life. Pilihan bekerja di bank terasa wajar karena relevansi dengan latar belakang pendidikan dan kesempatan memang terbuka. Hasil tes masuk kepegawaian mengindikasikan saya punya kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Kala itu saya pikir inilah validasi yang diperlukan. Motivasi kerja sekadar supaya bisa bahagia "3 harian" (baca:gaji). Kepedulian cuma pada 1 kata:"Me!" Semua pertimbangan tidak jauh dari kebutuhan untuk tampak keren di hadapan saudara dan teman-teman karena punya kartu nama. Saya bukan termasuk karyawan luar biasa, tetapi karena mudah bergaul saya memperoleh banyak kesempatan memperdalam ilmu perbankan. Saya pikir stength saya adalah perbankan. Selain itu, saya sudah bekerja sesuai dengan strength tersebut.

Your job is NOT and shall NEVER be your career. Beberapa tahun pun berlalu. Semakin mendalami dunia perbankan, semakin saya merasa asing dan tidak menikmati sebagian besar aktivis yang dijalankan. Banyak cara sudah dicoba, tetapi kebosanan, keresahan, dan ketidakpedulian semakin mendominasi. Belakangan saya menyadari ini problem karier dan tidak akan bisa dipecahkan dengan pendekatan pekerjaan semata. Tidak ada yang salah dengan profesi bankir dan beragam jenis pekerjaan lainnyanadalah sekadar alat-tidak lebih dan tidak kurang. Namun, berhubungan saya hanya paham dunia perbankan, pilihan apa yang bisa saya ambil? Apa jadinya kalau harus berkiprah di luar strength saya? Apakah anda pernah merasakan hal yang sama?

You can only start with what you have, NOT what you wish you have. Ada aspek tertentu dalam aktivitas sebagai bankir yang sangat saya nikmati yaitu berinteraksi dengan orang banyak dan merajut kolaborasi yang bermanfaat. Namun, peluang melakukan hal-hal ini tidak lebih dari 5 persen dari waktu dan porsi kerja ketika itu. Angan-angan beralih menjadi rencana untuk membalikkan keadaan dengan berupaya fokus terhadap hal-hal yang saya tahu saya sukai.

Your passion may not be something you are good at right now. Saya beruntung masih punya keberanian (baca:kegilaan) untuk melakukan sesuatu. Selain itu, sesuatu itu adalah pilihan untuk hanya menjalankan hal-hal yang saya nikmati dalam satu paket dengan konsekuensinya. Sama sekali tidak mudah, tetapi segalanya seolah dimudahkan saat sudah bisa jujur dengan diri sendiri.

Whether you think you can or you can't, either way you are you right. Sahabat saya Steven Kosasih mengatakan bahwa banyak orang merasa terpenjara dengan pilihan-pilihan yang mereka buat sendiri. Penjara ini hanya bisa dibongkar dengan kejujuran, keberanian,dan kepedulian.

Kekuatan dahsyat untuk bekerja, berkarya, dan berkontribusi berasal dari dalam diri sendiri saat pikiran dan hati selaras. Your real strength comes from the combination of your passion and clarity of your purpose. Pada kondisi ini, tidak ada yang tidak mungkin dengan izin-Nya.





Rene Suhardono - CareerCoach

Kompas, 4 Juni 2011 halaman 35

Sabtu, 28 Mei 2011

Ikuti Kata Hati

Sudah seminggu ini saya sibuk dengan urusan membuat CV yang baik. Saya ingin resign dari kantor, karena momennya juga sesuai bebarengan dengan berakhirnya sekolah S2 saya, amiin. Saya berencana melamar kesana kemari dengan bidang ilmu dan pengalaman kerja saya. Tapi, setelah saya baca-baca lagi dan renungkan, apa memang ini yang saya inginkan ?

Apa benar saya mau bekerja di kantor-kantor tersebut dengan urusan yang tak saya pahami.

Saya ingin menikah, itu pasti. Dan untuk menuju ke arah sana dibutuhkan persiapan materi yang kuat agar tidak banyak masalah nantinya. Saya akhirnya merasa materi menjadi penting, tadinya mungkin tidak terlalu merisaukan masalah itu. Tapi malam ini, setelah saya renungkan lagi, materi dan kerja keras itu penting. Tapi apa dengan cara ini ? Apa kerja keras saya harus saya lakukan di lahan itu ? Bukankah saya sendiri mempunyai sedikit ilmu yang mungkin orang jarang mempunyainya ?

Dari mana saya harus memulai ? Apa saya harus pulang ke kampung dan mau dicap sebagai 'pengangguran'? Itu adalah hal yang paling menyiksa saya.

Tiba-tiba tadi bapak telepon. Hari Jumat bapak mau ke tempat saya. Saya kemudian berpikir lebih lanjut, kalau saya bisa dipercaya oleh orang tua untuk dapat mengelola keuangan dengan target yang sangat cepat, saya mungkin akan terbantu untuk menyusun business plan itu. Apakah orang tua mau percaya ? Apa saya berhasil ?

Saya orangnya moody, cepat sekali berubah pikiran dan berganti suasana hati. Tentu menjadi tidak mudah untuk mengembangkan diri sendiri karena bisa-bisa saya nggak berkembang karena malas. Tapi, saya juga mempunyai kelemahan cepat jenuh, dan sekalinya jenuh akan mengalami kejenuhan mendalam dan menjadi prokastinator. Selain itu, saya tidak bisa menolak permintaan orang lain walaupun permintaan itu agak mustahil. Di dunia kerja, ini menjadi sulit untuk dipertahankan.

Kelebihan saya adalah : imajinasi konseptual serta kemampuan investigasi. Saya adalah orang yang sangat menyukai permainan konsep, debat, counter argument, dan juga menyukai "tuduhan". Maksudnya ? Saya suka menuduh, kemudian dari tuduhan ini saya akan berusaha mencari bukti-bukti yang menguatkan saya untuk mendapatkan justifikasi kalau tuduhan saya benar atau salah. Saya lebih suka merumuskannya dengan istilah 'investigasi', daripada riset.

Tik tok tik tok.

Ah, saya tahu apa yang ingin saya lakukan sekarang. Mungkin saya tidak perlu menyebar CV, tapi saya akan membuat proposal bisnis yang akan saya kembangkan. #randomthoughts

Minggu, 15 Mei 2011

Apakah Cinta Memiliki Sayap ?




Does love have wings ? If yes, there will be many broken heart seeing beautiful paradise.

Sayangnya, tidak. Realitasnya, cinta tak bisa terkepak.

Benarkah istilah 'cinta yang salah' ? Buatku, tidak pernah ada cinta yang salah. Ia hanya menyesuaikan.

Sedihnya, ketika cinta tak disambut, ia tak akan sudi membagi.

Hati selalu mencari hati yang dicintai. Ia pergi, bahkan hanya menanyakan bagaimana kabar, keadaan, atau perkembangan terbaru.Sekadar menjaga perasaan, agar tak terlalu sakit hati.

Dan waktu yang menenggelamkan semua cerita indah. Berlalu seperti pasir menenggelamkan jejak-jejak kaki di pantai.

Jadi, ketika sekarang dia sudah bahagia dengan orang yang dipilih, dan dia menanyakan padaku : Apakah masih aku mencintaimu ?

Masih. Karena cinta tak pernah salah. Cinta tak menilai rasio, baik buruk, tapi adanya dirinya.

Sayang malam ini cinta tak bisa menerbangkan hati. Agar cinta itu bisa dibagi. Tapi aku percaya, semesta punya banyak cinta yang tak bisa dibatasi.

Kalau aku tak bisa terbang ke hatinya, maka aku akan terbang ke luasnya cinta semesta :)

Sabtu, 14 Mei 2011

Imajinasi


Saya kurang paham dengan apa yang menjadi kelebihan saya. Beberapa teman dekat menganggap saya orangnya angin-anginan. Sebentar senang hal baru, beberapw waktu kemudian beralih pada kesenangan yang lainnya.Moody.

Kebiasaan moody itu terbawa pada hari-hari saya, tapi tidak ketika saya menghadapi orang atau berkomunikasi. Kadang saya bangun dan masih bermalasan walaupun jam sudah menunjukkan pukul 08.30 atau pukul 09.00 WIB.Tubuh rasanya malas sekali untuk mandi, bahkan malas berangkat kerja.Mood saya baru tergerak ketika mendengarkan musik beberapa kali atau musik yang menghentak sampai saya benar-benar 'terbangun'. Sebaliknya, kalau sedang rajin, saya bisa menginap di kantor, bahkan sampai seminggu tidak pulang. Perlengkapan baju ganti dan mandi memang sengaja dipersiapkan.

Di kantor, saya juga selalu mengalami kendala konsentrasi ketika mengawali kerja. Biasanya setengah jam di awal atau lebih, dihabiskan untuk browsing hal-hal yang sifatnya fun dan tidak membuat stress. Baru setelah itu, saya bisa mulai mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan.

Waktu berkuliah atau bersekolah dulu, saya merasakan tidak pernah menjadi se-moody ini. Bahkan, dulu waktu sekolah, saya paling rajin datang dan pulang ke sekolah. Kuliah juga rajin-rajin juga. Kalaupun bolos, paling karena saya sedang ada kegiatan lain.

Mungkin, kondisi fisik saya (obesitas) tidak baik saat ini sehingga sering malas. Tapi saya juga berkesimpulan bahwa ini karena matinya imajinasi. Ya, imajinasi.

Itu yang menjadi kelebihan atau mungkin kekurangan saya. Saya suka berimajinasi. Makanya, saya senang membuat karya fiksi, walau waktunya kadang tidak ada.

Dalam bekerja, imajinasi saya seperti mati. Saya memang tidak bekerja di sebuah perusahaan swasta yang punya jam kerja dan aturan yang ketat. Saya bekerja di sebuah NGO yang mengandalkan pelaksanaan intervensi sosial. Merubah keadaan lebih baik. Tapi saya merasa imajinasi saya mati karena tekanan-tekanan dalam pekerjaan yang membuat keadaan tidak sadar saya muncul dan menyeruak di tengah kebosanan itu.

Saya menemukan kebosanan mendalam dengan kata-kata. Saya merasa kata-kata terbaik adalah kata-kata yang keluar dari dalam diri sendiri. Suara hati, atau aspirasi.

Kata-kata di kantor itu sekarang layaknya seperti jargon. Saya lelah dicuci otak. Saya harus mengikuti penalaran dari lingkungan kerja saya, karena ini pakem yang biasa dilakukan. Padahal, saya biasa menulis apa yang ingin saya tulis, yang ingin saya goreskan sesuai penalaran saya.

Saya tidak bisa dibentuk. Saya mengerjakan sesuatu dengan passion atau gairah. Jika tidak ada gairah itu, tentunya saya menjadi ogah-ogahan. Dan semakin lama saya mengetahui sekeliling saya, saya semakin pesimis. Bahwa dunia tidak secerah yang kita lihat.

Tapi manusia adalah paradoks. Dalam kesuraman ini, saya butuh sebuah harapan dan kecerahan. Dan saya tidak melihat itu dalam pekerjaan saya. Saya semakin merasa pesimis, karena memang kenyataannya suram.

Imajinasi ini harus tumbuh kembali dan optimisme harus ditumbuhkan. Kalau terlalu pesimis, bisa habis dunia saya. Kalau terlalu optimis, saya lupa akan diri saya.

Ada hal yang saya harapkan bisa melingkupi imajinasi saya : keseimbangan. Karena saya mempercayai filsafat Timur mengenai keseimbangan.

Sabtu, 16 April 2011

Dalam Doaku (puisi Sapardi Damono)

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini,
kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin
yang turun sangat perlahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi
dan bibirnya di rambut, dahi dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu,
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu

(oleh Sapardi Djoko Damono)

Jumat, 18 Maret 2011

Do'a Lagi

Ya Tuhanku,
Jika kau memang ciptakan peredaran matahari selama 24 jam saja
maka berikanlah aku fokus dan tenaga
untuk bisa mencapai targetku

Ya Allah,
Sungguh di malam hari adalah waktu yang tepat untuk mengintrospeksi diri
dan pengalamanku hari ini menunjukkan
kalau aku bukanlah orang baik dan bersih dari dosa-dosa
ampunilah aku dengan segala kelemahanku

Ya Allah,
hindarkanlah aku dari rasa sombong
berikanlah kekuatan agar aku terus bisa melayani
dan memberikan sesuatu yang berarti untuk mereka yang lemah dan dicurangi

Ya Tuhanku,
jika memang Kau ciptakan manusia sama
biarlah aku menjadi pelayan
karena kuyakin kasih sayang Mu ada untuk setiap umat yang percaya

Amiin ya robbal 'alamiin

Senin, 14 Maret 2011

Puisi Kahlil Gibran soal Anak






"Anakmu bukan Anakmu"
oleh Kahlil Gibran

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah masa depan,
yang tak pernah dapat engkau kunjungi, meskipun dalam mimpi

Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur, dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian,
dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya,
sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh

Jadikanlah tarikan tangan Sang Pemanah itu sebagai kegembiraan,
Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap dan teguh

Minggu, 13 Maret 2011

Bait-bait Doa

Ya Allah Tuhan segala jagad,
Pada hari ini aku kembali ke hadapanmu
dengan dosa yang bertumpuk yang harus kupertanggungjawabkan

Ya Allah,
Aku memohon pengampunanmu
karena aku percaya Engkau lah Sang Maha Pengampun
karena aku percaya masih ada hari esok yang harus kutatap
karena aku percaya karunia Mu, ya Rabbi

Ya Allah,
Berikanlah padaku keteguhan hati
agar dapat melalui semua rintangan dan cobaan

Berkahilah diriku dengan ridho Mu
Insya Allah kuberjalan untuk menggapai kebaikan
yang Engkau pun ridhoi

Mudahkanlah jalanku
Karena aku hanya seperti debu di antara luasnya padang pasir
Karena ku lemah dan banyak kelengahan
Karena aku manusia biasa yang banyak salah

Berikanlah taqwamu ya Rabbi
agar aku bisa tegar di antara banyaknya penghalang
jauhkanlah aku dari nafsu-nafsu yang melampaui batas
jauhkanlah aku dari hiruk pikuk duniawi yang sementara

Berikanlah aku ketenangan
dalam setiap langkah dan tujuan
agar aku bisa mencapai visi dan misiku
sebagai hamba Mu, ya Rabbi

Sungguh aku adalah orang yang sombong
yang menginginkan pengakuan-pengakuan duniawi
yang ingin merasa lebih baik dari yang lain
yang merasa diri paling benar
padahal aku terbatas dari segala kesempurnaan

Hancurkanlah sombongku ini, ya Allah
agar bisa kunikmati semesta Mu yang lebih indah, yang lebih kaya

jika hari ini aku masih berjuang
itu karena aku percaya bahwa ini adalah rencana Mu
hantarkanlah perjuanganku ini menjadi jihad yang kau restui

karena aku percaya bahwa ada siang dan ada malam, ada baik ada jahat, ada kaya ada miskin
maka kuyakin selalu ada perjuangan untuk menembus oposisi biner itu
walaupun kebenaran hanya milik Mu semata
kami hanyalah hamba yang berusaha menggapai kebenaran itu

Allah tiada merubah nasib suatu kaum jika ia tidak merubahnya sendiri
dan kupercaya oposisi biner tidak selalu harus dipertahankan, kecuali hukum alam Mu ya Allah
ia harus diperbaiki : agar yang jahat menjadi sedikit baik, agar yang miskin sedikit kaya atau mendekati si kaya, agar yang bodoh menjadi berpengetahuan

Ya Allah yang Maha Tahu
semua ini kupersembahkan hanya karena naluriku sebagai seorang manusia, sebagai hamba Mu

Subhanallah, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illa Allah

Maha Benar Allah dengan segala firman Nya

Sabtu, 19 Februari 2011

Tesis Cenat Cenut : Mengeksplorasi Motivasi







"Kejujuran itu seperti es krim.Ia akan meleleh jika tidak segera dilahap." - Andai Ia Tahu

Baiklah, kali ini saya akan jujur.

Bicara mengenai tesis saya, sudah banyak yang menanyakan kabar tesis saya. Dalam hati,saya cuma cenat-cenut, karena sebenarnya tesis saya memang belum beres ! Lebih tepat, terlantar. Setiap ada yang bertanya,saya anggap sebagai doa ; semoga memang lekas selesai. Oleh karena itu, semester ini saya harus lulus. Kalau tidak ? DO, karena ini sudah semester terakhir (semester 6).

Idealisme saya dalam menggarap tesis ini amat sangat tinggi, jika dibandingkan dengan minimnya waktu yang saya punya untuk 'mengintimi' karya ilmiah ini. Mengingat idealisme di Program Pascasarjana ini cukup tinggi juga, yakni mahasiswa setelah lulus memiliki : ketrampilan, ilmu pengetahuan, dan nilai (Zastrow, tahunnya lupa), maka saya pun terbirit-birit mengejar standar itu.

Ketrampilan, artinya saya harus terjun ke lapangan untuk mempraktekkan ketrampilan sebagai social worker. Eits, jangan salah dengan istilah 'social worker' atau pekerja sosial. Profesi ini bukanlah sekadar relawan, aktivis LSM, atau kumpulan mujahid. Gambaran lengkapnya baca di sini saja deh : http://www.naswdc.org/

Selain ketrampilan, ilmu pengetahuan dimiliki dengan menjalankan riset ilmu sosial. Ya, seperti layaknya orang mengerjakan skripsi atau tesis. Jadi, ada dua tugas akademik yang harus saya lengkapi : laporan intervensi sosial dan tesis itu sendiri. Intervensi sosial ini awal mula tesis ini sendiri. Ibaratnya pengenalan dan pendalaman terhadap medan yang dihadapi.

Karena background pengetahuan saya HI dan bekerja di sebuah lembaga yang concern dengan masalah keadilan ekonomi dan globalisasi, maka saya bermaksud mengambil topik idealis. Pertama, saya mencoba mendalami soal pengungsi yang datang ke Indonesia. Tapi dalam perkembangannya, saya tidak mendapatkan 'klik' dengan pengungsi maupun pimpinan di lembaga tempat saya menjalankan intervensi. Akhirnya bubar jalan di tahap awal. Yang kedua, soal petani di Bekasi. Ini topik yang sebenarnya saya idam-idamkan. Menggeluti kemiskinan petani. Topik idealis ini pun juga idealis benar secara praktik. Dua jam perjalanan dari Jakarta, bersaing dengan truk-truk besar yang hendak ke Tanjung Priok, pembimbing yang telah bergelar Profesor yang perfeksionis, ditambah pekerjaan saya yang menguras emosi karena adanya konflik organisasi. Akhirnya, tesis ini juga terlantar di tengan jalan. Motivasi saya kurang kuat untuk mengerjakannya. Semua berhenti dalam tahap case recording. Berbagai lembaga sempat dijajaki, misalnya lembaga penangangan autisme di Depok,Departemen Psikiatri di FK UI-RSCM, tapi semuanya tidak berhasil.

Dua semester berlalu, dan saya tidak dapat berbuat banyak, bahkan sempat berpikir tidak udah dilanjutkan saja karena saya tidak bisa membagi waktu. Selama masa vakum itu, saya mempergunakan untuk membaca-baca buku. Anehnya, saya -lama-lama- seperti keluar dari kotak. Kotak Hubungan Internasional yang berisi realisme, keamanan, ekonomi politik internasional, atau globalisasi. Saya terdampar dalam sebuah kubangan yang mengasyikkan, yang melihat diri manusia, identitas diri, serta relasi sosial. Lama-lama saya benar jatuh cinta dengan disiplin Psikologi.

Sementara itu, otak kiri saya terus-menerus digembleng dengan sejuta istilah perdagangan bebas mulai dari multilateralisme, regionalisme, pertanian, perikanan, jasa, TRIPs, sampai keuangan. Topik-topik ini susah susah gampang. Gampang, karena di HI diajarkan dasar-dasarnya. Susah, karena tidak mudah mempelajari perjanjian ekonomi internasional dalam waktu yang singkat. Sungguh konflik motivasi dan konflik pemikiran yang sangat melelahkan.

Pada awalnya, saya mengambil program ini karena saya ingin masuk ke industri sosial. Latar belakang HI saya tidak cukup untuk menjangkau pengetahuan mengenai bagaimana harus melakukan Participatory Rural Appraisal (PRA) di komunitas? Bagaimana mengevaluasi suatu program sosial ? Ekspektasi saya di awal hanya ingin mempelajari Community Development / Community Organizing. Tetapi, setelah memasuki bangku kuliah, ternyata apa yang saya dapat lebih dari itu.

Intervensi sosial terdiri dari 3 level : mikro, mezzo, dan makro. Di level paling mikro, yakni intervensi individu, saya harus mempelajari teknik konseling dan assessment dengan penerima manfaat (klien). Kelas Intervensi Individu dan Kelompok Kecil tiap Sabtu pagi di Kampus Unika Atmajaya Semanggi bersama Prof Irwanto membuka cakrawala saya mengenai ilmu Psikologi. Lambat laun, saya mulai dibukakan pengetahuan psikologi dalam intervensi mikro, sosiologi dalam intervensi mezzo, teknik-teknik advokasi (yang sudah saya ketahui, karena ini termasuk wilayah pekerjaan saya) dalam intervensi makro, dan disiplin manajemen dalam pengelolaan organisasi sosial. Ternyata, disiplin Psikologi lah yang paling nempel. Ketidakmampuan saya untuk berterus terang dengan apa yang saya mau ini yang membuat tesis ini makin cenat-cenut karena email kantor saya penuh dengan kata-kata : KONSOLODASI, AKSI, ALIANSI, PETISI, STRATEGIC MEETING, JARINGAN INTERNASIONAL, SOLIDARITAS, atau PENELITIAN. Saya suka dengan pekerjaan ini, tetapi kadang-kadang teralienasi karena saya tidak sedang ingin menari di atasnya. Saya ingin menari di atas ANXIETY, NEUROTIK, ASSESSMENT, KEBERFUNGSIAN SOSIAL, dan RETARDASI MENTAL. Sayang, panggungnya tidak ada.

Akhirnya, di semester yang harus dirampungkan ini, saya kembali bergegas menata kajian saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk melakukan intervensi dalam Kebijakan Manajemen SDM di Organisasi Sosial di sebuah LSM. Penelitian saya bermaksud mendalami motivasi kerja karyawan dalam organisasi sosial.

Objek yang saya teliti bukan Jepang, AS, atau LSM Internasional, tapi empat orang individu yang memutuskan diri bekerja di sebuah organisasi sosial selama lebih dari 20 tahun. Individu-individu ini tidak berpindah-pindah tempat kerja, walaupun gaji yang diperoleh di organisasi ini sangat sangat sangat minim untuk ukuran pekerja industri komersil, bahkan untuk ukuran sesama organisasi sosial. Saya ingin mengulik hal apa yang memotivasi mereka sampai rela bekerja dengan gaji yang rendah (masa kerja mereka lebih dari 20 tahun). Bagaimana strategi coping mechanism mereka ? Bagaimana pengaruh kestabilan/perubahan di organisasi terhadap motivasi mereka ?

Bicara 'idealisme'lagi, karya ilmiah ini sebenarnya ingin 'memberikan masukan' (cie cie cie) pada pendekatan humanistik dalam Psikologi yang diwakili oleh Maslow dengan teorinya yang 'melegenda', yakni teori motivasi. Bahwa ada persoalan 'Person-in-Environment', di mana ada interaksi yang saling terkait antara individu dengan sistem. Sehingga, persoalan motivasi bukan merupakan sebuah persoalan individualisasi yang ditunjukkan oleh pendekatan humanistik, namun juga persoalan komunal. Berbeda dengan pendekatan struktural yang meletakkan individu bagian dari sistem, tapi adanya level dan jenis motivasi yang berbeda membuat persoalan motivasi adalah juga persoalan personal (eksistensial). 'Person-in-Environment' inilah yang membingkai motivasi kerja di dalam organisasi pelayanan atau organisasi sosial, karena pekerjaan pelayanan juga erat dengan nilai-nilai dan moral/etika tertentu yang disepakati bersama.

Kalau Maslow menyebut sebagai 'self-actualization' sebagai motivasi tertinggi, maka saya ingin memasukkan mengenai peran kognisi dalam motivasi. Self-actualization Maslow sangat abstrak untuk dipahami, karena beberapa penelitian juga yang menyebutkan : ada keinginan terpendam yang muncul walaupun kebutuhan-kebutuhan dasar manusia sudah sangat terpenuhi; yang di luar jangkauan kebutuhan dan fase perkembangan, misalnya : konsumerisme, pengalaman masa lalu atau alam bawah sadar (pembuktian terhadap psikologi Freudian). Psikolog dari Rusia, Vygotsky, mengatakan bahwa kognisi diperoleh karena adanya interaksi sosial. Artinya, kedasaran dapat muncul secara kolektif atau 'getok tular'. Yang kedua, semakin banyak ia dipengaruhi oleh lingkungan bahwa 'A adalah B', maka kognisinya akan merujuk ke situ. Walaupun, dalam konteks kognisi dan intelijensia, juga harus diperiksa benar apakah ia mempunyai level kognisi yang serupa, sehingga menghasilkan kesimpulan yang sama dengan teman-temannya. Jadi, tidak perlu mengidentifikasi sebagai 'self-actualization', tetapi saat kebutuhan dasar, kebutuhan kognisi dan kebutuhan neurotik nya telah terpenuhi, maka kesadaran akan muncul.

Tapi, kembali lagi, ini kan namanya juga cita-cita. Cita-cita alias idealisme. Semester ini saya memang sengaja mencurahkan sekitar 70% pemikiran (sisanya untuk pekerjaan) demi tergenapinya idealisme dalam tesis ini. Refleksi yang saya peroleh dari tesis cenat-cenut ini adalah ternyata Tuhan begitu baik menjawab kegelisahan saya. Mungkin saya khilaf masuk HI, karena latar belakang SMU saya IPA, sehingga kurang mengerti benar apa saja disiplin-disiplin ilmu sosial. Ternyata, setelah masuk ke ilmu sosial, jadi keasikan.

Sekian dan terima kasih, uneg-uneg sudah saya tumpahkan dalam tong sampah bernama blog ini. Semoga suatu hari nanti saya bisa memungut kepingan-kepingan sampahnya untuk kembali dicermati, although life is ephemeral.


PS : Saya lampirkan foto-foto narsis, termasuk perpustakaan di Unika Atmajaya, tempat saya banyak mendapatkan bahan-bahan penyusunan tesis. Habis Perpustakaan di UI makin lama makin bapuk sih ! Buku-bukunya aja banyak yang ilang !

Jumat, 18 Februari 2011

Seri Mengenal Depok : Hutan Kota UI, seperti Oase di tengah Deru Mesin





Hari Jum'at ini (18/02), saya berkesempatan untuk bersepeda ke Hutan UI yang terletak di utara kampus UI. Setelah hujan dan angin kencang yang menyapu Depok sore itu, saya mengayuh engkel sepeda saya ke Jalan Margonda, menyusur Flyover UI dan masuk ke Gerbatama. Tak lama lagi, voila ! saya sudah sampai di Hutan Kota UI. Sungguh sangat menyegarkan bersepeda setelah hujan turun. Bau tanah dan angin yang bertiup semilir membuat keringat yang jatuh tak terasa beratnya.

Dengan Si Putih, sepeda lipat andalan saya, saya menyusuri Danau Salam UI yang seperti berkabut karena hujan mengguyur dengan amat deras. Setelah puas berkeliling di Danau Salam, saya menjajal masuk ke dam yang terletak tak jauh dari Danau Salam.

Hutan Kota UI adalah paru-paru kota yang layak dikonservasi. Saya hafal betul dengan tiap jangkah wilayah UI karena kebetulan saya sewaktu kuliah S1 di UI tinggal di lingkar hijau UI, yakni di Asrama UI dan Kelurahan Kukusan, hampir selama empat tahun. Sewaktu tinggal di Jatipadang dan Salemba pun saya tidak bisa berlama-lama, karena dasarnya orang ndeso, jadi selalu nyari tempat yang segar untuk pernapasan saya. Kembali ke selera asal.

Kalau kita telusuri, sebenarnya jalur hijau di UI ini kehijauannya berlanjut di bagian barat Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Wilayah yang saya maksud adalah Ciganjur, Setu Babakan (M Kahfi), Ragunan, dan Cilandak. Cobalah agan bersepeda atau mengendarai motor dari UI menuju ke Ciganjur, ke Setu Babakan, Ragunan, Pondok Labu, dan berakhir di Cilandak. Sepanjang jalan pasti agan masih menemui pohon-pohon besar, rimbun pepohonan, kebun-kebun kosong, dan juga jalan-jalan yang kecil dan berkelok. Saya sering menamai daerah ini dengan sebutan 'Jalan Setapak di Selatan'. Mengapa ? Karena jalan di sini seperti oase di tengah Jakarta yang panas, macet, dan kumuh. Jalannya kecil, tidak begitu ramai, hampir tidak ada Kopaja atau Metromini (kebanyakan angkutan umum adalah mikrolet), tapi jalannya berkelok-kelok tidak straight to the point. Kita patut berterima kasih dengan etnis Betawi yang banyak mendiami wilayah ini. Justru karena melambangkan sebagai wilayah yang tergusur inilah, wilayah ini menjadi hijau dan jauh dari ekspansi kota yang serakah. Lihat di sepanjang jalur itu ! Tidak ada mall besar, tidak ada pengemis yang keleleran di tengah jalan, dan juga paru-paru tidak sakit ketika menghirup udaranya. Angka Indeks Pembangunan Manusia di Kecamatan Jagakarsa juga termasuk yang paling tinggi jika dibandingkan kecamatan lain di Jakarta. Artinya, daerah inilah yang bisa katakan sebagai 'another Jakarta is possible'.

Sayang, Rektor UI kurang menangkap sinyalemen itu, padahal beliau banyak mengenyam Ilmu Sosiologi ; ilmu yang bertutur soal masyarakat. Kebijakan penutupan pintu Kukusan di malam hari membuat jalur tersebut tidak terlalu populer. Sebenarnya, strategi green lifestyle bagi komuter Depok bisa dimulai di sini. Bersepeda ke UI, Ciganjur, lantas Ragunan untuk menitipkan sepeda mereka di sana. Komuter kemudian bisa menggunakan busway ke arah Kuningan atau ke arah lainnya.

Kembali ke Hutan UI. Hutan UI sendiri luasnya 192 hektar, dan terdiri dari tiga vegetasi : Hutan Wales Barat ditanami vegetasi yang banyak tumbuh di wilayah Barat Indonesia, Hutan Wales Timur ditanami vegetasi yang tumbuh di wilayah Indonesia timur, dan hutan meranti yang banyak ditumbuhi pohon meranti. Hutan itu dikelilingi 6 danau, yakni : Danau Salam, Danau Ulin, Dana Puspa, Danau Mahoni, Danau Aghatis, dan Danau Kenanga.

Suasananya damai sekali. Agan-agan bisa bayangkan saja, kalau bersepeda dari Stasiun UI menuju Hollywood UI, jika menyusuri jalur sepeda di sebelah kiri jalan, maka agan akan disuguhi pemandangan hutan tropis dengan pohon-pohon sebesar pepohonan di Kebun Raya Bogor dengan gemericik air yang mengalir deras dari atas ke arah Danau Puspa (Hollywood UI). Agan seperti berada di tengah hutan yang kalinya mengalir deras.

Jika bersepeda di Danau Salam (sebelah Resto Mak Engking), agan akan mendengar suara gerojokan air yang turun ke parit-parit. Sepertinya air tidak berhenti mengalir. Inilah yang saya sebut sebagai oase di tengah deru mesin.

Kapan-kapan agan-agan harus mencoba bermain-main ke Hutan Kota UI, sambil mencicipi hidangan Sunda a la Mak Engking. Udang galahnya yummy !

Seri Kuliner di Depok : Bakmi Ayam Lenteng



Lenteng Agung, adalah sebuah kelurahan di utara Kota Depok yang dahulu dikenal sebagai pemukiman etnis Cina dan terdapat banyak kelenteng di sana. Saat ini, di Lenteng Agung tidak terlihat jejak kelenteng itu, atau pecinan. Tapi nuansa Cina masih sedikit tertinggal di situ, salah satunya kuliner yang satu ini.

Di seberang Stasiun KA Lenteng Agung,terdapat bakmi yang uenaakkk banget. Si empunya warung memberi nama : Bakmi Ayam Lenteng (Terasa Sampai ke Hati).

Dalam hati saya, panjang amat namanya. Tapi, kalau agan-agan berkunjung ke sana, dijamin rasa bakmi ayam nya sampai ke ulu hati. Bakmi yang digunakan sebagai bahan dasar bukan bakmi biasa yang dipakai penjual mie ayam atau bakmi yang dipakai penjual indomie.Mie-nya buatan sendiri. Bumbunya meresap banget.

Satu porsi mie biasanya dihidangkan dengan kuah yang diletakkan di mangkok terpisah. Kuahnya juga enak, nggak bikin pusing karena kebanyakan vetsin.

Dari penampakan warungnya memang tidak meyakinkan. Kayak warung abal-abal gitu. Lecek dan kusut. Tapi, yang beli antriannya cukup panjang. Biasanya mereka membungkus mie karena memang lokasinya terlalu kecil untuk makan beramai-ramai.

Ditambah lagi, sambil menunggu datangnya mie, bolehlah agan nyoba cakwe atau kue bantal yang dijual di sebelah warung mie. Bener-bener suasana Cina banget. Penjual mie juga masih etnis Cina / Tionghoa yang mengindikasikan 'jaminan' keaslian citarasa kuliner ini.

Jadi, buat agan-agan yang sedang tidak mengendarai mobil, saya merekomendasikan untuk mencoba mie ayam spesial ini. Kalau naik mobil memang agak repot karena tidak ada tempat parkir yang memadai.



Bakmi ayam Lenteng, ahoyy banget !!

Kamis, 17 Februari 2011

Setengah Gelas


Minggu lalu, saya berkesempatan untuk ngobrol-ngobrol dengan teman saya di Kampus UI. Di sebuah kedai kopi baru di belakang kampus FISIP. Saya kebetulan hari itu hendak mengumpulkan (dan mengerjakan) laporan Intervensi Sosial saya. Sedangkan teman saya hendak mempresentasikan mengenai beasiswa Uni Eropa di Balairung.

Kedai kopinya cukup nyaman dengan suasana multikultural, di mana menurut pengamatan saya selama nongkrong di situ banyak mahasiswa BIPA dan peneliti asing mengunjungi kedai Coffee Toffee.

Kami berdiskusi soal Ahmadiyah,karena kebetulan hari-hari itu penyerangan Cikeusik menjadi topik yang aktual di berbagai media massa. Inti dari diskusi tersebut yang mencerahkan saya adalah : Jangan biarkan dirimu dan kepalamu 'penuh' dengan sesuatu yang dimasukkan ke otak sementara kamu tidak pernah punya kemampuan untuk mencerna dan menginterpretasikannya.

Sebelumnya, saya banyak berteori soal temuan Hannah Arendt yang mengobservasi Eichmann, Jenderal Nazi yang membunuh banyak orang, ketika persidangan Eichmann di Jerussalem. Arendt melihat bahwa latar belakang Eichmann sebenarnya adalah pegawai biasa. Eichmann bekerja untuk sebuah perusahaan minyak di Austria. Selama bekerja di situ, Eichmann tidak menampakkan diri sebagai sosok yang vokal atau menentang. Eichmann sempat bergabung dengan organisasi kepemudaan Kristen di Jerman. Keputusannya bergabung dengan Nazi karena keadaan yang mendesak saat itu, di mana ia diminta untuk bergabung ke militer Nazi. Lantas, mengapa Eichmann tega membunuh banyak kepala?

Selama bergabung di Nazi, Eichmann banyak mendapatkan pengetahuan soal Nazi dan fasisme Jerman saat itu. Ilmu baru yang didapat Eichmann ini diserap dengan amat baik. Hingga membunuh korban-korban tak berdosa yang 'kebetulan' keturunan Yahudi pun bukan sesuatu yang berat. Temuan Arendt mengatakan Eichmann mengalami banalitas kejahatan (banality of evil) karena ia telah kehilangan dirinya, yang selalu berdialog antara "me" dan "myself". Rejim totaliter Hitler telah memberangus dialog dalam dirinya, karena pengetahuan atau arahan dari pemimpin adalah sabda. Sabda yang telah teruji kebenarannya dan sah untuk dijalankan.

Kesamaan (namun tak sepenuhnya sama) kasus Eichmann dengan Ahmadiyah ini, ada orang-orang yang tidak bisa menerima kehadiran Ahmadiyah dan bahkan bisa melakukan kekerasan. Karena monopoli kebenaran dalam kepalanya telah menelan semuanya. Itulah kebenaran yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Pada akhirnya, kemampuan untuk menilai apa yang masuk dalam otaknya tidak difungsikan karena ibaratnya gelas, ia sudah penuh. Tidak ada lagi tempat untuk memberikan penilaian, bahkan air dalam gelas pun meluap, karena banyaknya informasi yang berjejal.

Kesimpulan yang saya peroleh, bahwa : jangan biarkan dirimu dan kepalamu 'penuh' dengan sesuatu yang dimasukkan ke otak sementara kamu tidak pernah punya kemampuan untuk mencerna dan menginterpretasikannya, seperti halnya setengah gelas air yang dituang ke dalam gelas.

Gelas, jika diisi setengah air saja, maka masih mungkin bagi seseorang untuk menaruh pemaknaan di dalamnya. Tapi, bukan berarti kita tidak boleh mengisi gelas dengan sebanyak-banyaknya air lho ! Kata pepatah Jawa, hidup itu seperti mampir minum. Tugas kita mengumpulkan sebanyak-banyaknya bekal. Tetapi, dalam minum itu sendiri, ada masa istirahatnya. Sehingga, perut kita tidak penuh,.

Ya, begitulah setengah gelas. Seperti kopi yang diteguk di kedai ini, ia tidak akan memberikan kepuasan maksimal jika porsinya terlalu banyak. Ia akan tumpah saat kita angkat jika terlalu penuh. Setengah gelas saja atau lebih, maka semuanya akan menjadi lebih nyaman :)