Senin, 14 April 2008

Dua Makalah Sektor Jasa Diajukan Negara Berkembang


Dua makalah dari dua kelompok negara berkembang telah dikumpulkan dari draft teks yang akan dimasukkan dalam konsultasi dengan ketua negosiasi jasa di WTO untuk membuat teks perundingan jasa sebagai bagian dari negosiasi Doha secara keseluruhan.

Ada dua makalah yang dikeluarkan oleh negara-negara berkembang. Satu makalah dikeluarkan oleh Argentina, Brazil, China, India, Pakistan, dan Afrika Selatan. Makalah lain dipresentasikan oleh Chile, Hong Kong, Peru, Singapura, dan Turki.


Dua makalah ini disirkulasikan pertama kali pada konsultasi jasa informal dalam kelompok kecil dan mereka menginginkan untuk diformulasikan dan didiskusikan lagi pada pertemuan informal yang terbuka mengenai jasa. Ketua negosiasi jasa adalah Duta Besar Fernando de Mateo dari Meksiko.


Makalah ini dikumpulkan mengikuti makalah bersama dari 8 negara maju (AS, Komunitas Eropa, Jepang, Australia, Kanada, Selandia Baru, Norwegia, dan Swiss) sebagai mana Korea dan Taiwan yang menaruh proposal dalam konsultasi kelompok kecil jasa pada tanggal 23 Januari. Dalam pertemuan yang sama, makalah lain yang diajukan oleh 18 negara ekonomi kecil.

Makalah dari AS, EU, dan beberapa negara maju meminta anggota WTO untuk membuat komitmen dalam sektor jasa yang (1) merefleksikan level akses pasar dan perlakuan nasional (2) menyediakan akses pasar yang baru dan perlakukan nasional dalam sektor-sektor di mana masih ada hambatan di dalamnya.


Makalah AS dan Uni Eropa juga mengkomplain bahwa dalam negosiasi bilateral dan plurilateral, hanya sedikit anggota yang telah memperlihatkan fleksibilitas untuk menyediakan akses pasar yang efektif.


Makalah yang disajikan oleh Brazil dan yang lainnya, secara kontras, menekankan bahwa penawaran selanjutnya harus melindungi arsitektur GATS, merespon untuk meminta garis dan mandat (KTM Hong Kong), memikirkan dari level pembangunan negara berkembang, menyediakan akses pasar dalam wilayah kepentingan untuk negara berkembang, dan berpikir komitmen yang telah dibuat oleh negara yang baru bergabung.


Makalah Brazil ini terlihat akan menyediakan perspektif pembangunan dan teks jasa apa yang mungkin dilakukan, dengan mendeskripsikan secara faktual apa yang menjadi mandat dan kondisi perundingan, sambil menekankan fleksibilitas pembangunan maupun kebutuhan untuk negara maju untuk melengkapi kebutuhan jasa dari negara berkembang.


Makalah lain yang disajikan oleh Chile dan negara lain terlihat lebih merefleksikan kepentingan negara maju, dengan menekankan kebutuhan untuk hasil yang substansial dalam sektor jasa sebagai bagian dari keseimbangan secara keseluruhan dalam putaran itu, dengan menyebutkan terdapatnya perbedaan antara permintaan dan indikasi bahwa anggota telah membuat dalam perundingan bilateral dan plurilateral.


Secara khusus, dalam makalah ini juga dinyatakan bahwa penawaran yang maju terhadap usaha pengurangan atau pencegahan efek dalam perdagangan jasa dari pengukuran sebagai saran untuk menyediakan akses pasar yang efektif. Meningkatkan level umum dari komitmen spesifik dari dan untuk anggota untuk memasukkan lebih banyak sektor dan komitmen yang lebih mendalam atau komitmen yang penuh dari sektor-sektor ini.


Makalah yang dibuat oleh Brazil dan negara anggota lain adalah berada dalam bentuk kontribusi teks. Dalam bab-babnya, makalah ini memperlihatkan bahwa negosiasi seharusnya dilakukan dalam basis dan prosedur untuk negosiasi perdagangan jasa dan Annex C dalam KTM Hong Kong yang menyebutkan panduan substansial untuk kesimpulan negosiasi jasa melalui tujuan dan pendekatan yang khusus.


Makalah yang disajikan negara berkembang itu meminta negosiasi berdasar permintaan-penawaran sebagai metode negosiasi dan mencatat hal tersebut sebagai pelengkap negosiasi bilateral, 21 kelompok plurilateral telah bertemu dalam sektor dan mode yang berbeda-beda.


Ini kemudian yang mengingatkan bahwa permintaan berikutnya seharusnya :

Mendasarkan pada arsitektur sekarang dari GATS dan daftar positif liberalisasi (positive list).

Merespon permintaan bilateral dan plurilateral yang sesuai dengan kerangka dan prosedur negosiasi perdagangan untuk jasa dan dengan Annex C dari Deklarasi Menteri Hong Kong dengan pencapaian liberalisasi yang progresif, sebagaimana dimandatkan dalam Artikel XIX:1 dari perjanjian GATS.


Melihat level pembangunan dari negara berkembang yang menjadi anggota, khususnya derajat pembangunan regulasi jasa, di mana liberalisasi harus menghormati fleksibilitas yang disediakan kepada anggota negara berkembang untuk membuka lebih sedikit sektor jasa, meliberalisasi lebih sedikit tipe transaksi, memperluas akses pasar yang sejalan dengan situasi pembangunan dan membuat akses untuk pasar mereka untuk penyedia jasa asing, dan ketika sukses dalam memperluas pasar mereka tersedia untuk penyedia jasa asing, menambahkan beberapa kondisi akses yang bertujuan untuk mencapai tujuan yang dirujuk dalam Pasal IV.


Menyediakan akses pasar kepada sektor-sektor dan tipe kepentingan pemberian ekspor kepada negara berkembang, seperiTipe 1 dan 4, sebagaimana diindikasikan dalam permintaan bilateral dan plurilateral, sejalan dengan Artikel IV GATS.


Mempertimbangkan komitmen yang ekstensif yang telah dibuat oleh negara anggota baru.

Makalah tersebut juga membuat poin-poin sebagai berikut :


Menyetujui untuk mengadakan evaluasi, sebelum lengkapnya negosiasi dan hasil yang didapat dalam kerangka tujuan Artikel IV.


Mengingatkan kembali komitmen mereka untuk memberikan pertimbangan untuk proposal yang terkait dengan perdagangan yang memperhatikan isu-isu ekonomi negara kecil.


Mengingatkan kembali komitmen mereka untuk menaruh mekanisme untuk implementasi yang penuh dan efektif dari modalitas LDCs sebelum formulasi penawawan kedua.


Mengetahui bahwa waktu yang efketif diperlukan untuk mencapai kesimpulan yang sukses dalam negosiasi dan oleh karena itu negosiasi seharusnya bertahan pada tanggal-tanggal sebagai berikut :

Putaran kedua dari penawaran yang telah direvisi seharusnya dikumpulkan 90 hari setelah modalitas Pertanian dan NAMA

Jadwal draft final dari komitmen seharusnya dikumpulkan oleh kelompok negosiasi horizontal

Melengkapi pertimbangan proposal untuk implementasi perlakuan berbeda dan spesial, termasuk mencari implementasi yang efektif dari proposal-proposal tersebut melalui rekomendasi yang jelas untuk keputusan oleh mereka oleh Dewan Umum.

Provisi untuk regulasi domestik dan peraturan GATS akan ditambahkan berikutnya.

Makalah yang disajikan oleh Chile dan negara lainnya mengakui bahwa hasil substansial di bidang jasa yang membentuk bagian dari keseimbangan secara keseluruhan. Hal ini dicatat bahwa ada 21 permintaan plurilateral yang telah disirkulasi dan ada empat putaran negosiasi plurilateral yang telah terjadi.


Perbedaan masih terjadi di dalam beberapa sektor yang berbeda dan juga tipe penawaran serta indikasi. Selama negosiasi, beberapa anggota juga telah menekankan pada kesulitan yang mereka hadapi dalam beberapa sektor dan tipe penawaran.


Dalam perkembangannya, teks draft kemudian disetujui anggota bahwa dalam formulasi penawaran mereka yang direvisi anggota seharusnya berusaha memastikan kualitas yang tinggi dari penawaran dengan menghormati penawaran bilateral dan plurilateral.


Secara spesifik, penawaran seharusnya melihat hal-hal sebagai berikut :

mencapai level liberalisasi yang lebih tinggi

Mengurangi efek yang berlebihan akibat perdagangan jasa sebagai ukuran untuk menyediaakn akses pasar yang efektif.

Mempromosikan kepentingan semua anggota dalam sebuah basis yang saling menguntungkan dan mengamankan keseimbangan hak dan kewajiban, dan

Meningkatkan level umum dari komitmen spesifik yang diambil oleh anggota.

Draft teks perundingan ini tentunya berlawanan dengan apa yang diperjuangkan negara-negara berkembang dalam perundingan jasa. Masih diperlukan usaha yang lebih keras dari negara berkembang untuk mendekonstruksi teks-teks perundingan jasa yang banyak merugikan rakyat di negara-negara berkembang

Senin, 07 April 2008

The Next Personal Research ....


Ada tanggapan atau komentar? Thanks.


Globalisasi dan Dinamika Rejim Internasional :
Analisis Dampak Kesepakatan Internasional (1995-2007) terhadap Sektor Perikanan di Indonesia


Laut adalah common property atau sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh semua umat manusia demi kesejahteraan tanpa harus mengabaikan nilai-nilai konservasi lingkungan. Di level internasional, UN Convention on the Law of Sea (UNCLOS) 1982 telah menjadi sebuah hukum internasional yang mengatur pengelolaan laut dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya, termasuk pengelolaan laut lepas. Pengaturan ini lahir dari semangat ”New International Economic Order” yang menginginkan sistem internasional yang lebih adil antara negara maju dan negara dunia ketiga. Dalam perkembangannya, rejim pengelolaan sumberdaya kelautan di dunia mengalami dinamika atau pergerakan sehingga lahirlah Agreement for the implementation of the provisions of the Convention relating to the conservation and management of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks (UNIA) tahun 1995 yang memiliki perbedaan nilai dengan UNCLOS. Dalam UNIA 1995, laut lepas tidak lagi merupakan lautan yang bisa dimanfaatkan oleh semua negara, akan tetapi dimanfaatkan oleh beberapa negara anggota saja. Hal ini kemudian memicu lahirnya beberapa rejim pengelolaan kelautan di tingkat kawasan / regional yang mengeksplorasi laut lepas. Indonesia adalah negara yang tidak bergabung dalam UNIA 1995, padahal rejim-rejim pengelolaan kelautan tersebut berada di sekitar wilayah perairan Indonesia, seperti Samudera Hindia, Lautan Teduh, dan Laut Cina Selatan. Fenomena distant-water fishing nations, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Cina, dan Korea, yang melakukan ekspansi kegiatan perikanan laut di Pasifik Selatan atau di Samudera Hindia membuat potensi berkurangnya sumberdaya kelautan Indonesia melalui kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing). Fenomena distant-water fishing nations juga telah membuat stok perikanan dunia semakin berkurang dengan menguras sumberdaya perikanan di laut lepas. Dinamika rejim perdagangan juga telah bergerak dari multilateral menjadi regional atau bilateral dengan meluasnya Free Trade Agreements (FTAs) di seluruh dunia sebagai respon atas kebuntuan perundingan di World Trade Organization (WTO). Pergerakan rejim ini juga merupakan tantangan baru dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia.

Globalisasi, yang dicirikan dengan makin terkisisnya batas-batas antar negara dan meningkatnya pergerakan barang, jasa, atau manusia dari satu negara ke negara lainnya, menjadi satu kata kunci atau buzzword dalam memahami hal ini. Pergerakan nilai yang menempatkan laut dan sumberdayanya dari ”common property” menjadi ”commodity” adalah salah satu hal yang melatarbelakangi dinamika rejim perikanan internasional .

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tiga hal. Pertama, bagaimanakah pengaturan di level internasional untuk sektor perikanan kelautan. Kedua, bagaimanakah perubahan nilai dalam rejim internasional terkait dengan globalisasi sebagai sistem internasional pasca-Perang Dingin. Ketiga, bagaimanakah dampak kesepakatan-kesepakatan perikanan internasional yang muncul dalam periode 1995-2007 tersebut terhadap sektor perikanan di Indonesia, khususnya bagi nelayan kecil dan subsisten.