Selasa, 18 Mei 2010

Jiwa yang Rapuh




Apakah kau rasakan malam-malam ini begitu mencuri jiwamu
Ketika mata ingin kau tutup, namun jiwamu selalu menyimpan pendar
yang menganga, meminta untuk dibuka

Seperti tunas yang ingin bertumbuh di pagi hari
Jiwamu mendesak untuk menjulang, menyongsong matahari yang menyediakan energi
Seperti padang pasir yang mendamba angin di siang hari
Jiwamu menatap penuh pengharapan, menanti lambaian angin yang menari
mengikis pasir terluarmu untuk redakan terik
Dan bagaikan sumbu lilin yang merindukan percik api
Jiwamu mendambakan hangat yang menjalari sekujur tubuhmu

Ketika jiwa terlempar dari jendela ketidakpastian
Hilanglah persemaian dari sinar jingga dan biru awan
Hanya gelap kulihat
Seperti jelaga yang mengurung cerita tentang luka
Seperti badai yang mengurung nelayan di dalam pengembaraan

Jiwa yang rapuh meminta agar engkau tetap tinggal
Dalam teduh malam ini dengan kelopak mata yang terjaga
Teruslah bernyanyi tentang kebenaran
Dan senandungkan lirih jiwa ini
Sampai jiwamu menjumpai
Kicau burung yang akan membawa tunasmu menggapai sinar jingga itu

Jumat, 14 Mei 2010

Hujan


Entah apa yang meruntuhkan semangat burung kecil untuk mengepakkan sayapnya
sore ini

Entah apa yang meluluhkan hati si jagal sapi untuk menunda kematian lembu tua
sore ini

Pada rumput ilalang yang luas
Pada taman yang dipenuhi bunga dan dedaunan
disitulah hujan menemukan artinya
memberikan setetes kerinduan setelah terik menyerap cadangan air di batang, dedaunan

disitulah hujan menemukan artinya
setelah benang sari ditiup badai
menggenang di atas putik yang cantik

disitulah hujan menemukan artinya
ketika amarah dilepaskan
dari hati yang beku
yang merindukan kepolosan
curahan hujan sore ini



Tebet, 13 Mei 2010