Senin, 10 Maret 2008

Mengatasi Perubahan Iklim dengan Liberalisasi Barang dan Jasa Lingkungan?


Pemanasan global telah dianggap sebagai ancaman nyata bagi kehidupan manusia. Protokol Kyoto untuk perubahan iklim menunjukkan cara dengan mengikat komitmen negara-negara maju yang meratifikasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca minimal 5 persen dalam periode 2008 – 2012. Sedangkan AS, negara yang mengeluarkan emisi 36 persen dari total emisi tahun 1990, menolak untuk meratifikasi.

Tapi, AS punya cara sendiri dalam menangani pemanasan global, misalnya dengan menawarkan liberalisasi perdagangan produk ramah lingkungan. Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali yang dimulai 3 Desember 2007, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) meluncurkan proposal bersama, yang menyarankan perlunya liberalisasi pada barang dan jasa lingkungan yang relevan dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Namun, proposal bersama dikritik keras oleh delegasi Brazil. Roberto Azevedo, salah seorang juru runding dari Brazil mengatakan proposal tersebut ‘sederhana, bias dan proteksionis’. Dia mengatakan “ apa yang tidak mereka (AS-UE) produksi, tidak terdapat dalam daftar.

Azevedo menjelaskan mengapa, dia berpendapat proposal tersebut sederhana, karena cakupannya yang sangat terbatas. Sambil menunjukan bahwa produk-produk organic terdapat dalam daftar yang perlu mendapat keistimewaan karena diproduksi untuk tujuan lingkungan. Selain, produk-produk yang terdapat dalam daftar usulan AS-UE juga hanya memiliki sedikit dampak positif pada lingkungan. Karena itu menimbulkan pertanyaan mengenai niat yang sesungguhnya dari pengusul berkaitan dengan lingkungan.

Berdasarkan rilis yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa, proposal tersebut terdiri atas dua bagian. Bagian pertama merupakan usulan untuk meliberalisasikan minimal 43 barang-barang yang ramah lingkungan. Beberapa produk yang masuk antara lain, panel surya, turbin angin dan produk yang berkaitan; kompor dengan panel surya, dan produk lainnya.

Produk-produk usulan tersebut, diambil dari daftar yang disusun berdasarkan penelitian Bank Dunia. Dalam penelitiannya mengenai perdagangan dan perubahan iklim, Bank Dunia menyebutkan bahwa dengan menghilangkan penghalang tarif dan non tarif pada barang dengan teknologi kunci, dapat menaikkan volume perdagangan 7 – 14 persen per tahun. Penelitian juga menghasilkan kesimpulan, liberalisasi dalam teknologi yang ramah lingkungan juga akan memfasilitasi lebih banyak investasi dalam teknologi tinggi

Proposal bersama itu menawarkan pendekatan dua lapis (two tiers) dalam meliberalisasi barang dan jasa lingkungan. Produk yang diliberalisasi dalam lapis pertama adalah yang menurut Bank Dunia ditulis sebagai ’memiliki kaitan langsung dalam mengatasi perubahan iklim, dan memberikan manfaat lingkungan yang jelas’. Barang-barang tersebut termasuk solar collectors; system controllers; wind turbines parts and components, hydrogen fuel cells.

Menurut rilis tersebut, daftar yang dimasukkan dalam lapis pertama bukanlah daftar mati yang tidak bisa berubah. Tetapi hanya sebagai awal, daftar lain bisa ditambahkan oleh negara-negara anggota lain.

Sementara untuk jasa lingkungan yang dimasukkan dalam lapis pertama, adalah jasa yang termasuk ‘memberikan kontribusi pada negara’ dalam mengatasi perubahan iklim seperti jasa pengendalian iklim dan polusi udara; jasa-jasa yang terkait dengan energi.

Proposal menekankan pentingnya melakukan liberalisasi barang lingkungan dan jasa-jasa lingkungan secara paralel. Karena misalnya jasa merancang gedung ramah lingkungan, akan membutuhkan panel surya untuk pemanas.

Tingkatan kedua, dari proses liberalisasi yang ditawarakan oleh proposal bersama AS – UE adalah keinginan adanya "Kesepakatan Barang dan Jasa Lingkungan atau Environmental Goods and Services Agreement." Ini akan mencakup minimal semua negara maju dan sekitar 30 an negara berkembang, untuk menerapkan formula penurunan tariff standar dalam negosiasi produk-produk industri. Tidak seperti dalam lapis pertama, negera-negara miskin dalam kelompok LDCs (least developed countries) dan negara berkembang lainnya akan dikecualikan dari menyusun komitmen.

Cakupan yang lebih luas dalam jenis barang lingkungan yang akan dicatat dalam liberalisasi di bawah usulan kesepakatan ini di dasarkan tas daftar yang disusun oleh kelompok ‘friends of the environmental group’, yang beranggotakan negara maju (lihat tulisan Perubahan Iklim dan Perundingan Perdagangan). Untuk produk-produk ini, proposal AS UE menyerukan negera-negara peserta untuk “menghilangkan tariff dan melakukan tindakan yang cukup untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan non tariff ‘. Untuk lapis kedua ini, tidak disebutkan batas waktu yang spesifik.

Sedangkan dalam jasa-jasa yang disarankan dalam liberalisasi lapis kedua adalah seperangkat jasa yang berkaitan dengan lingkungan dan iklim secara luas, termasuk jasa energi; konstruksi, arsitektur.

Dalam ringkasannya, proposal ini diusulkan untuk membuat perubahan substansial dan kongkrit dalam kontribusi untuk mendukung tujuan iklim nasional dan global.

"Proposal kami didasarkan atas laporan Bank Dunia yang berjudul Perdagangan Internasional dan Perubahan Iklim: Ekonomi, Legal dan Perspektif Institusional atau International Trade and Climate Change: Economic, Legal, and Institutional Perspectives" demikian seperti dikutip dari rilis Komisi Eropa.

Reaksi negara-negara berkembang beragam. Mesir menekankan pentingnya perubahan iklim dan menyambut daftar produk dalam lapis pertama. Negara berkembang lainnya meminta klarifikasi berkaitan dengan cakupan dari barang dan jasa dalam lapis kedua.

Negara berkembang memberikan tanggapan serius berkaitan dengan produk-produk yang ada dalam lapis kedua. Dikatakan bahwa daftar barang dan jasa yang disusulkan oleh kelompok ‘friends of environmental group’ merupakan produk ekspor yang menjadi kepentingan negara maju. Isu lain yang menjadi keprihatinan, adalah berkaitan dengan fungsi ganda atau ‘dual function’ yang diinginkan oleh negara-negara berkembang. Karena banyak produk yang selain memiliki fungsi lingkungan juga memiliki fungsi non lingkungan.

Komentar lainnya dari negara-negara berkembang, adalah bagaimana produk-produk tersebut dipilih. Beberapa negara lainnya mengkritisi konsep ‘one-size fits all atau satu cocok untuk semua’ dan mengatakan bahwa produk-produk tersebut lebih bertujuan untuk pembukaan akses pasar dibandingkan dengan perlindungan lingkungan.

Kritik juga dari delegasi India, ketika Dutabesar Ujal Singh Bhatia menyebutkan bahwa proposal AS-UE sebagai ‘ uapaya terselubung untuk mendapatkan akses pasar dan tidak akan memenuhi mandat lingkungan’.

Sementara dalam kritiknya pada proposal AS-UE, Roberto Azevedo mengatakan proposal tersebut bias. Keprihatinan utama, karena daftar tersebut adalah daftar unilateral. Daftar tersebut menurut AS-UE meruakan hasil penelitian Bank Dunia. Tetapi menurut Brazil, Bank Dunia tidak melakukan apapun kecuali hanya menyederhanakan daftar yang telah disusun oleh para proponen liberalisasi barang dan jasa lingkungan.

Azevedo mengatakan bahwa proposal AS-UE juga mengabaikan barang yang tidak diproduksi di negaranya, sehingga proposal itu proteksionis. Brazil menyebut biofuel dan produk pertanian organic masih dikenakan tariff tinggi dan diterapkan penghalang non tariff.

Proposal tersebut, menurut Azevedo juga menafikkan subsidi dan dukungan yang diberikan oleh AS-UE pada produk lingkungan, yang tidak dimasukkan dalam daftar. Padahal, Azevedo mengatakan, subsidi akan mendistorsi perdagangan, menekan harga dan mengekspor kemiskinan ke negara berkembang. Proposal bersama tersebut juga cenderung menghalangi pengembangan teknologi ang bersih dan baru di negara berkembang.

Seharusnya menurut azevedo, perundingan diarahkan pada apa yang telah dikenal sebagai ‘tiga keuntungan atau triple win’ yaitu hasil positif untuk perdagangan, lingkungan dan pembangunan. Namun nampaknya proposal AS-UE tersebut gagal ketiga-ketiganya. Untuk perdagangan, terbatas dan bias; untuk lingkungan, tidak ada dampak dan untuk pembangunan, bahkan tidak ada satu kata ‘pembangunan’ pun disebut. Jadi menurutnya, proposal ini bukan basis untuk perundingan produk-produk lingkungan.